• Enter Slide 1 Title Here

    This is slide 1 description. You can replace this with your own words. Blogger template by NewBloggerThemes.com...

  • Enter Slide 2 Title Here

    This is slide 2 description. You can replace this with your own words. Blogger template by NewBloggerThemes.com...

  • Enter Slide 3 Title Here

    This is slide 3 description. You can replace this with your own words. Blogger template by NewBloggerThemes.com...

Jumat, 25 November 2011

PANEN PIALA



BORZIL, seperti tahun-tahun sebelumnya, kontingen lomba pramuka Al-Amien Prenduan yang dikomandoi oleh santri angkatan ke-36 kembali memborong juara dari tingkat regional hingga tingkat nasional.
            Di antara juara-juara yang diraih kontingen ini adalah; juara umum PERSADA 3 tahun berturut-turut di PP. BATA-BATA DARUL ULUM PAMEKASAN, juara umum 4 tahun berturut-turut pada LP3 regional Madura di PP. NURUL HUDA SUMENEP, kontingen teladan dan kontingen terbaik pada JAMDA di Jombang Jawa Timur, juara I pada LP3 Tingkat Nasional di PM(Pondok Moderen) Darussalam Gontor Ponorogo, kontingen terbaik II pada RAIMUNA SANTRI Tingkat Nasional di Cibubur Jawa Barat.
            Terlihat di gambar ketika santri angkatan ke-36 sedang membawa tropi juara yang sudah mereka menangkan untuk diserahkan kepada pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren AL-AMIEN PRENDUAN , KH. Muhammad Idris Jauhari dalam acara Apel Tahunan.

Selasa, 15 November 2011

0

Ketulusan Cinta





Ternyata Ketulusanlah Yang Membuat Cinta Terasa Lebih Berwarna

by: M. Hasby Maulana
Pertama kali saya melihat cover seri novel terbaru Kang Abik, saya langsung terpikat dengan judul novel tersebut. Betapa tidak, dipadu dengan warna orange menyala, di sana sudah terpampang dengan jelas gambar Great Wall nan megah di China, ditambah lagi dengan tulisan besar berwarna putih ‘Cinta Suci Zahrana’. Yah, itulah judul novel terbaru adikarya novelis no.1 Indonesia, Habiburrahman El-Shirazy.

Memang sudah menjadi kebiasaan saya sejak dulu, kalau saya gemar sekali meminjam buku kepada orang lain, daripada membelinya sendiri. Apalagi buku-buku sastra layaknya novel. Akan tetapi, untuk buku-buku ilmiyah, saya kerapkali membeli dengan uang sendiri daripada meminjam, karena menurut saya buku ilmiyah itu manfaatnya mengalir terus, beda halnya dengan buku-buku sastra layaknya novel, setelah kita baca sampai halaman terakhir ya selesailah semuanya, tapi yang perlu digarisbawahi di sini adalah bukan maksud saya untuk menganak tirikan buku-buku sastra dan lain sebagainya. Toh, awal kepenulisan saya berangkat dari seringnya saya berjibaku dengan karya-karya sastra penulis ternama. Sampai detik ini, alhamdulillah saya sudah menamatkan beberapa karya fenomenal novelis bangsa kita, sebut saja Andrea Hirata dengan tetralogi Laskar Pelangi-nya dan dwilogi Cinta Dalam Gelas. Dilanjutkan dengan novel Ayat-Ayat Cinta, KCB 1 dan 2, Dalam Mihrab Cinta, Bumi Cinta, dan yang terakhir Cinta Suci Zahrana, yang kesemuanya itu adalah buah tangan Sang Novelis no.1 Indonesia tersebut. Oh ya, ada novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna yang menampilkan sisi-sisi lain pesantren yang tidak pernah dilihat serta jarang diketahui oleh banyak orang, novel ini terbentuk dalam trilogi. Berkat novel seri yang pertama tersebut, A. Fuadi, sang penulis memperoleh banyak penghargaan prestisius, di antaranya adalah Khatulistiwa Award 2011.

Esensi dan substansi cinta memang tiada bosannya diperbincang dan dibicarakan dalam banyak novel. Dari zamannya Novel Sitti Nurbaya berlanjut kepada kisah romantisme novel Misteri Tenggelamnya Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah milik ulama sekaligus budayawan Buya HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)

Semuanya menjurus pada sebuah ketulusan cinta yang telah mereka berikan kepada masing-masing pasangannya. Lihat saja betapa tulusnya si Ikal menanti kedatangan A Ling, padahal hal itu terdengar mustahil. Akan tetapi semuanya berubah, sampai akhirnya Ikal mampu bertemu kembali dengan Sang Pujaan Hati. Begitu pun kisah yang telah ditorehkan oleh Zainuddin dan Hayati dalam novel Misteri Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Di dalam kesedihan dan kekecewaan akibat pinangannya pada keluarga Hayati ditolak mentah-mentah, tak lantas Zainuddin patah arang, akan tetapi dia terus saja bersabar dan menerima itu dengan tulus. Belum lagi berlembar-lembar surat yang telah ditulis Zainuddin kepada Hayati, dan sebaliknya. Penuh dengan nilai romantisme dan kekuatan jiwa bukan? Di bawah ini ada sepenggal kata-kata Zainuddin dalam sebagian surat-suratnya kepada Hayati :

“Lebih seratus kali kusebut namamu dalam sehari. Kadang-kadang saya terpanggil dalam nyanyianku, kadang-kadang dalam ratapku. Kicut pintu ditolak angin, terasa langkah kau yang terdengar. Masih juga belum percaya, kau telah membuang sayadari ingatanmu. Saya tanyai diri saya, apakah saya berdosa kepadamu? Tidak rasanya, bahkan dosa yang lain yang kerap saya perbuat untuk mencukupkan cintaku kepadamu” 

            Indah sekali bukan kata-kata yang dituturkan oleh Zainuddin itu? Seolah, ketulusan cinta yang dia milikilah telah menuntunnnya dalam menulis berbaris-baris kata tersebut. Maka begitulah, secara klise kusimpulkan ternyata berkat sebuah ketulusanlah yang membuat cinta terasa lebih berwarna…

Pengabdian Yang Sebenarnya II


 

            Masih lekat dalam ingatan, ucapan beliau saat kami, para punggawa PUSDILAM melakukan audiensi berkenaan dengan kinerja dan fungsi PUSDILAM  di tengah-tengah santri. Tanpa disadari, ketika itu beliau bercerita kepada kami tentang keadaan santri kita, santri TMI yang semakin hari semakin cenderung menghindar dari dua hal yang selama ini ditanamkan oleh almamater tercinta. Dua hal tersebut adalah bahasa dan keilmuan.

Beliau amatlah prihatin mengenai hal ini, ditambah dengan kecintaan mereka kepada hal-hal berbau fisik dan olahraga yang melebihi kecintaan mereka terhadap bahasa dan keilmuan. Sepintas, jika kita melihat dan membandingkan seberapa banyak santri kita yang mengikuti kelompok-kelompok bela diri dan olahraga dengan santri kita yang ikut serta di dalam kelompok-kelompok bahasa dan keilmuan, kemudian kita akan berkesimpulan bahwa mereka memang lebih banyak tertarik dan mendalami hal-hal berbau fisik dan olahraga.

Mendengar penuturan beliau yang amat runut dan mengena ke hati tentunya, saya beserta kawan-kawan PUSDILAM pun terhenyak menghayati setiap kata-kata yang beliau ucapkan. Sontak, motivasi dan semangat kami yang tadinya redup mulai menyala kembali, seiring dengan harapan-harapan serta ekspektasi beliau terhadap perkembangan keilmuan pondok kita. Di akhir penuturan beliau, beliau pun berujar bahwa sejarah telah berbicara banyak tentang kehebatan pondok kita di dalam bidang bahasa dan keilmuan ini, sejarah juga tidak akan pernah berbohong bahwa pondok kita telah menghasilkan orang-orang hebat serta tokoh-tokoh penting yang saat ini terjun di dalam masyarakat. Sebut saja Ust. Jamal D. Rahman, yang sampai saat ini masih memegang tampuk kepemimpinan tertinggi di dalam struktural keredaksian majalah sastra Horison, kemudian ada Ust. Ahmadi Thoha yang tidak perlu diragukan lagi ilmu kejurnalistikan serta kewartawanannya, juga Ust Zuhairi Misrawi yang dikenal sebagai intelektual muda NU. Dari bidang bahasa, tentunya masyarakat jurnalistik kita tidak akan asing dengan nama Ust. Samson Rahman, anak Gili ini merupakan penerjemah handal yang telah menerjemahkan banyak literatur para ilmuwan Timur Tengah berkat kemampuan dan kelihaian beliau dalam hal penerjemahan.

Kawan, sekaranglah waktunya kita membalas budi dan memberikan dedikasi terbaik untuk almamater tercinta, berkat almamater ini kita mulai mengenal sedikit demi sedikit makna sejati dari hidup dan kehidupan, kita juga mulai mengerti bahwa memulai sesuatu itu lebih mudah daripada mempertahankannya. Mungkin, saat pertama kali kita menginjakkan kaki kita di tanah jauhari ini, modal kita hanya secuil biji padi pengetahuan, tetapi saat kita meninggalkan tanah ini guna melaksanakan khidmah kita sudah dibekali dengan berkarung-karung beras pengetahuan untuk menyongsong hari esok, yang lebih cerah tentunya.

Dengan bekal berkarung beras pengetahuan itu, insya Allah kita bisa menaklukkan serta menguasai medan perang kehidupan yang sangat sengit. Di medan perang tersebut kita telah ditunggu berjuta armada perang dengan beraneka ragam perlengkapan perang dan persenjataan yang kompleks. Bersiaplah kawan-kawanku, di depan, kanan-kiri, dan belakang kalian telah dipersiapkan berbagai jebakan para musuh. Jangan sampai kita hanya mengandalkan kesiapan fisik, tapi kesiapan intelektual dan mental juga harus berimbang. Jangan sampai kita lengah, bahkan terlena dengan tipu daya dan muslihat mereka. Boleh saja penampilan mereka rapih dan necis, akan tetapi di balik eksternal indah tersebut, tersimpan maksud dan niatan jahat kepada kita. Mari kita beranjak dari tidur panjang kita. Ayo bangun kawan! Waktu kita tidaklah banyak untuk menghadapi jumlah mereka yang amatlah banyak. It’s just the beginning
It’s Our Time To Make A History!

Rabu, 09 November 2011

Pengabdian Yang Sebenarnya (I)


oleh: M. Hasby Maulana

Setiap waktu, saya hanya bisa melihat serta merenungi suatu kenyataan, bahwa masa pengabdian saya di almamater tercinta ini masih terlalu dini. Entahlah, saya merasa kurang siap menghadapi kenyataan ini. Bekal yang saya miliki saat ini belum menjadi jaminan bahwa saya akan aman menghadapi beraneka ragam cobaan serta aral yang malang-melintang di hadapan saya.

Lima tahun di pondok adalah waktu yang teramat singkat untuk ukuran seorang santri kecil seperti saya. Memang, pengetahuan, ilmu, wawasan serta pengalaman yang saya dapatkan selama itu telah mengarahkan saya kepada arah yang lebih baik, masa depan yang lebih cerah, dan jalan lurus tanpa kerikil menuju prosesi wisuda tempo hari. Akan tetapi, sejenak saya berpikir, bukankah prosesi wisuda itu merupakan suatu titik balik bagi saya untuk menjalani masa pengabdian yang sebenar-benarnya. Pengabdian inilah yang membutuhkan segelintir pengorbanan serta perhatian besar. Pengabdian ini bukanlah mainan dan guyonan yang kerapkali membuat kita terlena olehnya.

Lihatlah, betapa kita kerapkali terseok, tersandung, bahkan tersungkur akibat berbagai aral yang menghambat diri kita. Masih ingatkah kita dengan ikrar guru yang kita lafadzkan tempo hari di aula? Ada beratus sorot mata dan daun telinga yang melihat serta mendengar hal apa saja yang kita ucapkan. Ikrar ini hanya salah satu dari banyak aral tersebut. Shalat berjamaah adalah menu utama kita di almamater tercinta, disambung dengan menu mengajar di kelas kelas tiap paginya, disempurnakan dengan prosesi qiyamul lail yang penuh dengan kisah-kisah menakjubkan.

Kawan, saya yakin, pasti di antara kita ada yang menyesal atas segala realita yang kita hadapi sekarang. Pasti di antara kita ada yang menggerutu, “mengapa saya dulu malas shalat jamaah ya” ada juga yang berkata, “Duh, dulu saya enggak pernah masuk kelas, eh sekarang dalam seminggu, masuk terus,….” Dan lain sebagainya. Dari pertama kali diciptakannya Nabi Adam, memang penyesalan datang di akhir-akhir waktu, tidak ada sama sekali penyesalan yang tiba di awal waktu. Karena tanpa penyesalan, kita sebagai seorang insan sulit akan bisa berubah.

Teruntuk semua kawanku, yang menjalankan khidmah di luar ataupun di dalam pondok… ingatlah bahwa nama almamater kita ‘Al-Amien’ selalu melekat di atas pundak kita, tanpa kita bisa melepaskannya, bahkan ingin melupakannya sedikitpun. Jadi, jangan sampai harumnya nama pondok ini ternodai dengan sikap, tingkah laku, watak, serta tindak-tanduk kita selama masa khidmah ini bergulir.

Soe Hok Gie-KH.M.Tidjani Jauhari


Hubungan Saya dengan Alm. Soe Hok Gie dan Alm. KH. Muhammad Tidjani Jauhari

Oleh: Fauzi Pratama*


Sebenarnya saya tidak ingin menulis catatan ini, karena Soe Hok Gie dan KH. Moh. Tidjani Jauhari kini sudah tiada, namun karena saya suka dengan tulisan-tulisan mereka, akhirnya penapun berbicara atas dorongan jiwa keberanian saya yang selama ini sering terhipnutis oleh kebisuan yang ada dalam fikiran saya. Pada awalnya saya sudah menulis artikel semacam ini yang berjudul “Hubungan Saya dengan Almarhum Soe Hok Gie”, namun pada akhirnya saya tertarik untuk menulis tulisan ini, karena saya sangat kagum dengan tulisan-tulisan beliau (KH. Moh. Tidjani Jauhari).

Lalu sesuatu apakah yang dapat kita petik dari Almarhum Soe Hok Gie dan Almarhum KH. Muhammad Tidjani Jauhari?. Kedua nama ini sepertinya tak pernah habis dijadikan bahan perbincangan oleh banyak kalangan, padahal keduanya ini adalah sosok manusia yang sangat berbeda dan mereka berdua juga hidup di zaman yang cukup berbeda. Almarhum Soe Hok Gie hadir atau hidup di zaman peralihan atau yang lebih dikenal dengan masa tumbangnya Soekarno menjadi raja di tanah air indonesia dan tentunya beliau juga hidup di awal orde baru atau era Soeharto. Sedangkan Almarhum KH. Muhammad Tidjani Jauhari hadir atau hidup dipertengahan pemerintahan ORBA (orde baru), beliau juga hidup di masa reformasi atau era Gusdur, Mega Wati dan Kabinet Indonesia Bersatu yang dikepalai oleh Sosilo Bambang Yudhoyono.


Soe Hok Gie dikenal sebagai seorang petualang, idealis, penyair, aktivis kemahasiswaan angkatan 66, ia juga dikenal sebagai intelektual cerdas yang mati muda dan tajam pemikirannya serta giat melawan tirani pemerintahan Soekarno yang terkesan buruk dimata rakyat. Almarhum KH. Muhammad Tidjani Jauhari begitu indah dan harum namanya, ia terkenal sebagai ulama cendekiawan, ia sebagai penggagas pembentukan provinsi madura, ia juga sebagai pelopor atau motor penggerak atas terbentuknya Badan Silaturrahim Ulama’ Madura yang di kenal dengan nama BASSRA dan beliau juga dikenal sebagai Pimpinah dan Pengasuh Pondok Posantren Al-amien Prenduan Madura, semasa hidupnya (1988-2007).

Apakah hanya itu kiprah mereka berdua?, tentu saja penulis menjawab tidak. Karena ada sesuatu yang harus kita ingat, bahwasannya mereka berdua adalah seorang pejuang yang gigih atau giat, demi terciptanya perubahan, melalui tulisan-tulisan, seminar, diskusi, ceramah dan lain sebagainya.

Dengan menulis catatan harian Soe Hok Gie sudah membuka akal fikiran kita untuk selalu berjuang atau menjadi pemberontak (memberontak lewat tulisan), dalam hali ini John Maxwell berkomentar, “Soe Hok Gie hanya seorang mahasiswa dengan latar belakang yang tidak terlalu hebat. Tapi dia punya kemauan melibatkan diri dalam pergerakan. Dia selalu ingin tahu apa yang terjadi dengan bangsanya. Walaupun meninggal dalam usia muda, dia meninggalkan banyak tulisan. Di antaranya berupa catatan harian dan artikel yang dipublikasikan di koran-koran nasional” ujarnya. Coba anda lihat biografi Soe Hok Gie dalam film yang berjudul Gie, disana kita akan melihat bagaimana Soe Hok Gie memberontak terhadap tirani di era Soekarno, bagaimana Soe Hok Gie diperbincangkan banyak orang dan disana kita akan melihat betapa banyak orang yang memusuhinya. Namun setelah kita menonton film tersebut kita akan terinspirasi untuk selalu bertindak. Soe Hok Gie memang luar biasa, lain dari mahasiswa dan aktifis pada umumnya. Ia memang tak sempat banyak menulis buku, tapi artikel kritisnya beredar dan dibaca banyak orang. Karena itu, kenangan terdahsyatnya adalah catatan harian yang ditulisnya sebagai “cara Soe Hok Gie membaca dunia, mengkritik kawan-kawan dan tanah airnya”. Catatan harian beliau sejak 4 Maret 1957 sampai dengan 8 Desember 1969 dibukukan tahun 1983 oleh LP3ES menjadi buku dengan judul “Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran”. Buku itu setebal 494 halaman, bagi siapa yang membanya akan menitikkan air mata. Isi dari buku ini adalah tentang kemanusiaan, kehidupan, cinta, politik, moral dan juga kematian. Buku lainnya yang ditulis Soe Hok Gie adalah Zaman Peralihan, Di Bawah Lentera Merah dan Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan. Ada juga riset ilmiah untuk disertasi dari John Maxwell yang berjudul Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani. Soe Hok Gie meninggal dunia di Puncak Gunung Semeru pada tanggal 16 Desember 1969, tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun bersama sahabat karibnya Idhan Danvantari Lubis. Pada tanggal 24 Desember 1969 beliau dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pemekaman Kober, Tanah Abang. Namun pada tahun 1975 Ali Sadikin membongkar kuburan beliau sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan pada saat itu juga teman-temannya sempat ingat bahwa beliau pernah berpesan jika beliau meninggal dunia, sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di Lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango. Dengan pertimbangan dan restu dari keluarganya akhirnya tulang belulang Soe Hok Gie dibakar dan abunya disebar di Lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango, jawa barat.


Sedangkan KH. Muhammad Tijani Djauhari adalah sosok ulama yang sangat peduli dengan perubahan bangsa ini khususnya madura. Beliau juga mendapat pujian dari berbagai banyak kalangan, mulai dari masyarakat madura, cendekiawan, sosialis, ulama besar, sastrawan, pejabat parlemen, POLRI dan lain sebagainya. Beliau adalah seorang kyai yang sangat enggan terjun ke dunia politik, akan tetapi beliau tidak buta terhadap politik, karena beliau sendiri sama sekali tidak asing di kancah politik dan sahabat karibnya sebagian dari politikus ternama di tanah air ini. Bahkan penulis pernah mendengar bahwasannya beliau pernah mendapatkan tawaran yang menggiurkan dari partai-partai politik untuk bergabung, akan tetapi beliau malah menolaknya, sungguh luar biasa kyai yang satu ini. Beliau juga banyak meninggalkan tulisan-tulisan, yang telah berhasil dipublikasikan dalam bentuk buku, diantaranya; Masa Depan Pesantren (agenda yang belum terselesaikan), Sempurna Hidup Dengan Doa Dan Dzikir, Pendidikan Untuk Kebangkitan Islam, Membangun Madura dan lain sebagainya. Beliau juga pernah terlibat dalam organisasi internasianal seperti Rabihtoh Alam Al-islamiyah dan Moqoddam Thoriqoh At-tijaniyaah. KH. Muhammad Tidjani Jauhari wafat pada tanggal 15 Ramadhan 1428 H/27 September 2007, pukul 02.00 Wib dini hari dan dikubur di sekitar Masjid Jami’ Al-amien Prenduan Madura.

Sehebat itukah mereka?. Menurut sejarah, perkembangan manusia sebagian besar karena pengarang atau penulis, sehingga Ben Okri, seorang novelis Afrika, berpendapat bahwasannya pengarang atau penulis sebagai “resi- resi sejarah”. Pengarang maupun penulis adalah the town-criers, barometer zaman. Jadi, bila kita berkenginan untuk tahu apa saja yang sedang berlangsung pada sepenggal zaman, maka carilah apa yang terjadi dengan para penulisnya. Menurut saya (fauzi pratama), penulis adalah seorang pemberani yang berjiwa pengetahuan, artinya berani menulis apa saja akan tetapi harus memiliki ilmu pengetahuan dan hanya dengan menulislah orang akan dikenang sepanjang sejarah. Contohnya adalah Almarhum Soe Hok Gie dan Almarhum KH. Muhammad Tidjani Jauhari yang berani memberikan pengetahuan keabadian. Mungkin, mereka berdua juga tidak tahu bahwa tulisan-tulisan dan nama mereka justru semakin bening dan dikenang oleh sejarah, meski yang kita tahu mereka sudah pergi untuk selamanya. Sebernarnya Almarhum Soe Hok Gie dan Almarhum KH. Muhammad Tidjani Jauhari adalah sebulir nama dari sekian banyak penulis terkemuka di dunia, akan tetapi mereka telah bekerja untuk keabadian dari hasil pemikiran mereka. Semoga nama mereka, tulisan mereka dan gagasan mereka akan selalu dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi dimasa depan. Amien…

Lalu, apa hubungan saya dengan keduanya?. Sebenarnya antara saya dengan Soe Hok Gie tidak ada hubungan kekeluargaan hanya saja kami berdua sama sama menyukai petualangan dan daki gunung, sama sama menyukai sosialisme dan kami berdua sama-sama tidak suka dengan kebijakan kebijakan yang dibuat oleh pemimpin yang hipokritis. Soe Hok Gie adalah tokoh idola yang saya kagumi karena kecerdasannya, kejujurannya, keberaniannya, dan terutama saya takjub pada pemikirannya untuk melakukan perubahan terhadap negara indonesia. Seandainya Soe Hok Gie masih hidup sampai sekarang, saya yakin indonesia tidak akan jatuh seperti sekarang, misalnya, sekarang ini penegak hukum di indonesia sangat lemah dalam menegakkan keadilan dan kebenaran, yang salah dibiarkan berfoya-foya dan yang benar dipaksa berdiam diri dibalik besi penderitaan. Antara saya dengan beliau, sebenarnya ada sedikit perbedaan, misalnya Almarhum Soe Hok Gie sama dengan Almarhum Ach Wahib (penggagas HMI), yakni Seorang intelektual cerdas yang mati muda sebelum sempat menapak dunia dari hasil pemikiran mereka. Namun ada sesuatu yang amat disayangkan antara saya dengan beliau, yakni beliau adalah orang non muslim. Sedangkan hubungan saya dengan Almarhum KH. Muhammad Tidjani Jauhari hanya sebatas Kyai dan santri. Beliau adalah seorang Kyai yang cukup sederhana namun hebatnya luar biasa dan jarang sekali menemukan seorang Kyai seperti beliau yang cukup tawadhu’ ini. Beliau adalah guru yang selalu mendidik saya, memberikan ilmu pengetahuan. Dan saya pribadi sangat ta’jub pada salah satu buku beliau yang berjudul “Membangun Madura”.

Penulis hanya bisa berharap agar dikemudian hari akan hadir Soe Hok Gie muda dan KH. Tidjani muda yang bisa melanjutkan ide-ide dan perjuangan mereka berdua. Amien…

Penulis hanya bisa berharap agar dikemudian hari akan hadir Soe Hok Gie muda dan KH. Tidjani muda yang bisa melanjutkan ide-ide dan perjuangan mereka berdua. Amien…

Rabu, 02 November 2011

0

REFLEKSI MASA KINI

Sejenak kita mengingat tetesan darah pendahulu kita yang tak kenal lelah dalam mempertahankan kemerdekaan yang selalu menjadi dambaan setiap jiwa masyarakat Indonesia, tak pernah terfikir oleh mereka bahwa suatu saat pasti akan menggapainya, aliran–aliran semangat yang sangat melekat dalam jiwa mereka mengantarkan mereka kedalam gerbang kesuksesan menuju pantai impian yaitu kemerdekaan. Tapi sayang di zaman sekarang anak cucu mereka malah ingin menghancurkan dari dalam dengan cara yang tidak banyak orang pedalaman tahu.
Rupanya pemerintah melakukan kajian besar-besaran dalam memberantas kejahatan-kejahatan oleh oknum yang tak bertanggung jawab terhadap tugasnya, mereka mengatasnamakan jabatannya hanya untuk kepentingan pribadi semata, mereka tidak memandang mana rakyat bawah dan mana rakyat konglomerat. Para tikus berdasi mulai di buru untuk di lakukan investigasi, harta para penguasa mulai dihitung untuk di cari keilegalannya, vonis-vonis sering dijatuhkan karena memang tiap harinya tikus-tikus tersebut merongrong pondasi Negara, triliunan rupiah hilang dalam sekejap di ambil tikus-tikus tersebut, yang akhirnya rakyat bawah menjadi korbannya.
Kita lihat sejenak saudara tanah air kita yang berdiam di tengah gejolak yang penuh dengan ambisi, rakyat kita menjadi pekerja dari pihak asing yang ingin memeras kekayaan alam, kita sebut saja Exon mobile milik pemerintah Amerika menjarah setengah dari hasil minyak kita mereka menuai pendapatan kurang lebih 75% , padahal kalau kita menjadi pengebor minyak di rumah sendiri tentunya hasil itu cukup untuk memberi makan orang yang tidak punya di Indonesia, mungkin banyak diantara kita yang tidak mengetahui bahwasannya mereka telah berbuat jahat kepada kita yang sesungguhnya bersembunyi di balik kedok pemerintah kita, jadi kita tak perlu heran ketika mendapatkan berita yang sangat menyayat hati berupa hilangnya triliunan rupiah asset milik Negara kita, dan sekali lagi kesengsaraan hanya milik orang yang tidak punya apa-apa.
Kalau saja kita memperhatikan dengan seksama bagaimana mereka menggunakan pelicin-pelicin tersebut untuk kepentingan pribadi, kita semakin iri karena ada ungkapan “maling ayam dihukum mati, tikus berdasi dihukum sebentar” yang memang di artikan kurang lebih bahwa orang miskin yang mencuri akan di gebuki oleh massa yang liar untuk menghukum kelakuannya , sedangkan koruptor hanya menggunakan hasil korupsinya untuk menutup mulut para jaksa dan hakim yang sudah hilang akalnya, kalau kita perhatikan mereka rata-rata mereka melakukan korupsi karena dua alasan:
1. Desakan kebutuhan
Mereka semua yang terkena kasus korupsi karena memang mereka memaksakan untuk menjadi pejabat pemerintah tanpa ada perhitungan yang matang terhadap niat ikhlas bahwa setelah mereka menjadi pejabat mereka akan mewakili rakyat. Seakan-akan pemerintahan menjadi lahan untuk mencuri secara sembunyi-sembunyi dan menjadikan perburuan harta yang aman dari kalangan, sehingga timbul kesan sebagai lahan bisnis.
2. Dorongan keserakahan
Hal itu terjadi karena memang mereka lebih memilih hasil tanpa melihat kebawah bahwa ada yang lebih membutuhkan hasil dari korupsi tersebut. Keserakahan telah membutakan hati nurani mereka, andaikan mereka sadar terhadap uang yang telah mereka Korupsikan akan berguna bagi masyarakat bawah, Negara agraris ini tak akan menjadi seperti ini.
Dan sekarang yang menjadi planning kita ke depan sebagai pemuda Indoensia, pemuda yang sarat akan etos kerja dan mempunyai rasa patriotism tinggi hendaknya mulailah untuk menghargai setiap sesuatu dan berusahalah untuk bertanggung jawab sebagai aplikasi dari perjuangan founding father Negara ini…

(upload by: rahman_el_farisi@yahoo.com)
2

SEBUAH RENUNGAN

"MARIO TEGUH"

Kehidupan tanpa hambatan
adalah harapan dari mereka
yang malas memperbaiki diri.

Semua perjalanan naik
adalah perjalanan berhambatan.

Tapi,

Tidak ada hambatan di luar sana
yang bisa menahan kita,
jika tidak ada hambatan di dalam diri.

Maka,
siapa pun yang sedang mengeluhkan
kesulitan yang menunggunya di luar dirinya,
harus memeriksa sikap di dalam dirinya
yang sesungguhnya sedang mempersulitnya

(upload by: valqinabrahamic@rocketmail.com)