Selasa, 15 November 2011

0

Ketulusan Cinta





Ternyata Ketulusanlah Yang Membuat Cinta Terasa Lebih Berwarna

by: M. Hasby Maulana
Pertama kali saya melihat cover seri novel terbaru Kang Abik, saya langsung terpikat dengan judul novel tersebut. Betapa tidak, dipadu dengan warna orange menyala, di sana sudah terpampang dengan jelas gambar Great Wall nan megah di China, ditambah lagi dengan tulisan besar berwarna putih ‘Cinta Suci Zahrana’. Yah, itulah judul novel terbaru adikarya novelis no.1 Indonesia, Habiburrahman El-Shirazy.

Memang sudah menjadi kebiasaan saya sejak dulu, kalau saya gemar sekali meminjam buku kepada orang lain, daripada membelinya sendiri. Apalagi buku-buku sastra layaknya novel. Akan tetapi, untuk buku-buku ilmiyah, saya kerapkali membeli dengan uang sendiri daripada meminjam, karena menurut saya buku ilmiyah itu manfaatnya mengalir terus, beda halnya dengan buku-buku sastra layaknya novel, setelah kita baca sampai halaman terakhir ya selesailah semuanya, tapi yang perlu digarisbawahi di sini adalah bukan maksud saya untuk menganak tirikan buku-buku sastra dan lain sebagainya. Toh, awal kepenulisan saya berangkat dari seringnya saya berjibaku dengan karya-karya sastra penulis ternama. Sampai detik ini, alhamdulillah saya sudah menamatkan beberapa karya fenomenal novelis bangsa kita, sebut saja Andrea Hirata dengan tetralogi Laskar Pelangi-nya dan dwilogi Cinta Dalam Gelas. Dilanjutkan dengan novel Ayat-Ayat Cinta, KCB 1 dan 2, Dalam Mihrab Cinta, Bumi Cinta, dan yang terakhir Cinta Suci Zahrana, yang kesemuanya itu adalah buah tangan Sang Novelis no.1 Indonesia tersebut. Oh ya, ada novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna yang menampilkan sisi-sisi lain pesantren yang tidak pernah dilihat serta jarang diketahui oleh banyak orang, novel ini terbentuk dalam trilogi. Berkat novel seri yang pertama tersebut, A. Fuadi, sang penulis memperoleh banyak penghargaan prestisius, di antaranya adalah Khatulistiwa Award 2011.

Esensi dan substansi cinta memang tiada bosannya diperbincang dan dibicarakan dalam banyak novel. Dari zamannya Novel Sitti Nurbaya berlanjut kepada kisah romantisme novel Misteri Tenggelamnya Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah milik ulama sekaligus budayawan Buya HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)

Semuanya menjurus pada sebuah ketulusan cinta yang telah mereka berikan kepada masing-masing pasangannya. Lihat saja betapa tulusnya si Ikal menanti kedatangan A Ling, padahal hal itu terdengar mustahil. Akan tetapi semuanya berubah, sampai akhirnya Ikal mampu bertemu kembali dengan Sang Pujaan Hati. Begitu pun kisah yang telah ditorehkan oleh Zainuddin dan Hayati dalam novel Misteri Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Di dalam kesedihan dan kekecewaan akibat pinangannya pada keluarga Hayati ditolak mentah-mentah, tak lantas Zainuddin patah arang, akan tetapi dia terus saja bersabar dan menerima itu dengan tulus. Belum lagi berlembar-lembar surat yang telah ditulis Zainuddin kepada Hayati, dan sebaliknya. Penuh dengan nilai romantisme dan kekuatan jiwa bukan? Di bawah ini ada sepenggal kata-kata Zainuddin dalam sebagian surat-suratnya kepada Hayati :

“Lebih seratus kali kusebut namamu dalam sehari. Kadang-kadang saya terpanggil dalam nyanyianku, kadang-kadang dalam ratapku. Kicut pintu ditolak angin, terasa langkah kau yang terdengar. Masih juga belum percaya, kau telah membuang sayadari ingatanmu. Saya tanyai diri saya, apakah saya berdosa kepadamu? Tidak rasanya, bahkan dosa yang lain yang kerap saya perbuat untuk mencukupkan cintaku kepadamu” 

            Indah sekali bukan kata-kata yang dituturkan oleh Zainuddin itu? Seolah, ketulusan cinta yang dia milikilah telah menuntunnnya dalam menulis berbaris-baris kata tersebut. Maka begitulah, secara klise kusimpulkan ternyata berkat sebuah ketulusanlah yang membuat cinta terasa lebih berwarna…

0 komentar:

Posting Komentar