
SISTEM PENDIDIKAN PESANTREN, AKANKAH MENJADI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL?
by: Lalu Gazali Rahman*
Sejenak penulis ingin mengajak pembaca sekalian untuk flashback ke masa-masa di mana Negara ini masih bebas dari penjajahan Negara manapun, ketika Negara ini masih apa adanya, ketika peradabannya masih Islami. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang menjadi icon kebanggaan Indonesia dan didirikan berdasarkan kesadaran masyarakat peribumi akan pentingnya pendidikan agama Islam bagi generasi selanjutnya. Dengan sistem pendidikan yang memang sengaja dirancang untuk memperluas pengetahuan santrinya akan agama, ditambah lagi pengawasan yang dilakukan selama 24 jam nonstop demi lancarnya kegiatan pendidikannya.
Tentang kapan munculnya lembaga pendidikan Islam ini, para ahli sejarah memiliki pendapat yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pendapat seorang sejarawan yang mengatakan bahwa kemunculan pesantren pertama di Indonesia adalah pesantren Jan Tampes II, yaitu lembaga pendidikan Islam yang didirikan sekitar tahun 1062 M. di kabupaten Pamekasan, Madura. Akan tetapi pendapat ini terbantahkan karena jika ada Jan Tampes II, mestinya ada Jan Tampes I yang jauh lebih tua dari Jan Tampes II. Kendati demikian, peranan pesantren tak dapat dipungkiri lagi dalam pengembangan Islam di nusantara. [ibid, hal:36]
Seiring masuknya peradaban Barat yang dibawa oleh kolonial Belanda, maka sistem pendidikan pesantren mulai bergeser digantikan sistem pendidikan yang dibawa oleh kolonial Belanda. Sebab sebagian besar orang-orang pribumi berfikir jika mereka hanya bergantung pada sistem pendidikan pesantren saja, maka mereka akan ketinggalan dalam bidang ilmu umum yang mereka rasakan sangat besar manfaatnya.
Sebagian besar ulama’ di seluruh penjuru nusantara sangat mengecam dan kontradiktif terhadap peristiwa tersebut, karena bisa dikatakan kalau dibiarkan berlarut-larut, tidak akan ada lagi orang yang akan menuntut ilmu agama. Maka dari pada itu, peperangan-peperangan antara kolonial Belanda vs mujahhid Islam terjadi di mana-mana. Akan tetapi hal itu tak kunjung memecahkan masalah sedikitpun, malah menimbulkan masalah-masalah yang lain. Akhirnya dengan kearifannya, para ulama’ tersebut memutuskan untuk menciptakan sebuah lembaga pendidikan sebagai titik temu dari kedua permasalahan itu. Maka muncullah gagasan untuk menghadirkan sebuah lembaga pendidikan yang tidak hanya menitik beratkan pada pendidikan agama atau pendidikan umum saja. Akan tetapi lembaga pendidikan yang menjalankan pendidikan umum tanpa harus meninggalkan unsur-unsur pendidikan agama sedikitpun, yang saat ini kita kenal dengan sebutan madrasah. Adapun madrasah pertama yang didirikan di Indonesia adalah madrasah Adabiyah di Padang Sumatra Barat, yang didirikan oleh Syekh Abdullah pada tahun 1909. Akan tetapi pada awal-awal berdirinya, madrasah ini semata-mata hanya mempelajari tentang pengetahuan agama saja, barulah kemudian pada tahun 1915 madrasah ini mengenalkan pendidikan umum kepada anak didiknya. Dengan demikian setidak-tidaknya madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam mempunyai beberapa latar belakang, yaitu:
==> Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam
==> Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan alumninya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.
==>Adanya sikap mental pada sementara golongan ummat Islam, khususnya santri yang terpukau pada budaya Barat sebagai sistem pendidikan mereka
==>Sebagai upaya untuk menjembatani sistem pendidikan tradisional yang dilaksanakan oleh pesantren dengan sistem pendidikan moderen dari hasil akulturasi.
==> Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam
==> Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan alumninya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum.
==>Adanya sikap mental pada sementara golongan ummat Islam, khususnya santri yang terpukau pada budaya Barat sebagai sistem pendidikan mereka
==>Sebagai upaya untuk menjembatani sistem pendidikan tradisional yang dilaksanakan oleh pesantren dengan sistem pendidikan moderen dari hasil akulturasi.
****
Beda halnya dengan pesantren yang berkembang begitu pesatnya, madrasah justru mendapat hambatan yang jauh lebih berat, sehingga perkembangannyapun cukup lambat. Begitu besar pengorbanan yang dilakukan oleh para ulama’ terdahulu sehingga lambat-laun madrasah mampu menjamah sebagian besar kalangan masyarakat. Jika dibandingkan kepesatan perkembangan sekolah umum, madrasah masih jauh tertinggal. Walau demikian, para ulama’ tidak mau putus asa sehingga suatu saat nanti madrasah mampu bersaing dengan sekolah umum di bidang pendidikan.
Begitu besar pengorbanan para ulama’ terdahulu, sampai-sampai rela mempertahankan lembaga pendidikan Islam ini dengan meneteskan darah, tapi sekarang dari “kalangan atas” malah memihak pada sistem pendidikan yang dibawa oleh kolonial Belanda yang bertahun-tahun menjajah Negara ini, dari pada sistem pendidikan pesantren yang merupakan salah satu ciri khas Indonesia yang tak dimiliki oleh Negara manapun di dunia. Bahkan sebagian Negara-negara Islam di dunia menerapkan sistem pendidikan pesantren seprti mesir, yaman, dan yang lain, yang sejatinya adalah karya bangsa Indonesia. KH. M. Idris Jauhari, pimpinan sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan suatu ketika pernah menawarkan kepada pemerintah Indonesia yang notabene adalah Islam mayoritas, sebuah sistem pendidikan yang diyakini mampu untuk membawa bangsa ini ke ranah kemajuan. Akan tetapi dari kalangan pemerintah terkesan menutup mata terhadap tawaran itu. Jika dari kalangan pemerintah saja sudah bersikap seperti itu, harus di kemanakan Negara ini, jika ciri khasnya saja mereka tinggalkan.
*Alumni PP. Al-Amien Prenduan Angkatan 2011. Pernah menjadi ketua Sanggar Anggota Kajian Waraal Qitor (KWQ) dan Sekred Majalah Qalam. Sekarang melanjutkan pendidikan di Universitas Merdeka Malang Fakultas Teknologi Informasi, Jurusan Sistem Informasi.

0 komentar:
Posting Komentar